Mengajari konsep matematika pada anak-anak dan remaja, adakah bedanya?
Matemaika menjadi pelajaran pokok penting bagi anak di seluruh dunia. Pelajaran matematika telah diajarkan dari bangku kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Melihat keterkaitan matematika dengan Pendidikan kita dapat diartikan bahwa matematika memiliki peranan penting. Namun, stigma masyarakat kebanyakan menganggap matematika sebagai sebuah ancaman bahkan musuh yang harus dihindari. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan bagi guru ataupun orang tua yang Ingin mengajari matematika. Lalu, untuk mengajari konsep matematika pada anak, apa yang harus kita lakukan?
Sebelum mengajarkan matematika, sangat diperlukan pemahaman mengenai perkembangan anak dan apa saja yang dibutuhkan anak dalam perkembangannya. Walaupun secara kurikulum materi dan pengajaran sudah disesuaikan dengan fase perkembangan, terkadang hal penting yang sering terlewat adalah mengetahui karakteristik usia anak sehinga kita dapat mengetahui bagaimana menyampaikan materi. Ketika sekolah, anak akan mengalami fase perkembangan dari kanak-kanak menuju remaja. Sebenarnya adakah perbedaan yang signifikan pada kedua fase tersebut? Dalam artikel ini akan dijabarkan karakteristik dan hal terbaik yang dilakukan untuk mengajarkan matematika pada fase tersebut.
Karakteristik Fase anak-anak
- Fase kanak-kanak bisa kita kategorikan pada murid taman kanak-kanak hingga sekolah dasar. Pada fase ini, Anak-anak sudah memiliki spontanitas dan ketertarikan matematika secara implist. Contohnya, saat anak bemain balok atau lego. Mereka akan membuat Menara, memperluas pola balok, dan juga mengamati pola simetris dari balok. Mereka juga akan membandingkan Menara balok mana yang tinggi. Disini, kita bisa simpulkan bahwa ternyata dari fase anak sudah memiliki kecenderungan untuk menyukai konsep matematika. Disinilah pentingnya “natural” setting, untuk terus menjaga minat anak dalam mempelajari matematika. Untuk itu, setting yang baik pada fase ini adalah dengan banyak menyajikan permainan atau kuis menyenangkan yang mengandung unsur matematika.
- Perlu diingat bahwa anak-anak memiliki pola pikir yang konkret dan abstrak. Contohnya, mereka bisa menambahkan 3 pensil dalam penjumlahan namun mereka juga memilki ide abstrak seperti aturan untuk menjumlahkan tipe benda lain yang berbeda. Walaupun perkembangan berpikir abstrak anak mulai berkembang, namun tetap pada prattiknya untuk mengajari anak-anak diperlukan contoh konkret agar mereka dapat mengerti serta menyesuaikan perkembangan mereka.
- Pengetahuan matematika anak menunjukan pemahaman namun ada kesalahpahaman. Walaupun anak tampak bisa melakukan konsep penjumlahan dan pengurangan, namun mereka masih belum bisa untuk menyadari perbedaan Panjang pada bentuk. Seperti tidak bisa membedakan jenis-jenis segitiga (misalnya segitiga siku-siku, segitiga sembarang, segitga sama kaki dll ).
Karakteristik Fase Remaja
- Fase remaja bisa dikategorikan pada saat anak memasuki sekolah menegah. Pada fase ini, remaja mengalami perkembangan identitas, moral, sosial dengan lingkungannya. Pada fase ini anak bisa sangat menantang. Khususnya dalam setting kelas karena aspek penerimaan sosial oleh teman-teman mereka adalah yang terpenting. Pada fase ini, remaja cenderung ingin menghindari rasa malu dan cenderung ingin memiliki popularitas (Van Hoose, Stra han, dan L'Esperance, 2001). Maka akan kurang efektif jika memakai strategi maju kedepan untuk menyelesaikan tugas. Karena jika mereka tidak bisa, mereka akan merasa dipermalukan. Penting untuk membangun rasa aman baik fisik maupun emosional, anak akan bisa mengeksplor lebih jauh untuk berhubungan dengan orang lain serta dapat terikat dengan tugas akademik yang menantang.
- Guru matematika harus berusaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa. Hal ini bisa diwujudkan melalui forum diskusi yang akan melibatkan siswa. Ini dilakukan untuk meningkatkan komunikasi serta interaksi sosial antar siswa. Dengan metode diskusi juga dapat membantu siswa menjadi lebih baik, mereka akan berpikir lebih kompleks dan kreatif. Sehingga mereka akan menggabungkan matematika dengan kehidupan sehari-harinya.
Dari penjelasan diatas, bisa kita lihat bahwa perbedaan karakteristik usia anak juga mempengaruhi cara pengajar dalam mengajarkan konsep matematika. Tentunya akan tidak baik jika kita memaksakan anak usia kecil untuk bisa konsep yang lebih tinggi dan abstrak seperti logaritma. Dan tentu juga akan sangat baik untuk mengajarkan murid dalam usia fase remaja melalui pendeketan sebagai teman. Mengusung banyak interaksi dengan teman dan yang terpenting menanamkan komunikasi yang baik antar guru dan murid. Hal ini perlu dilakukan agar terciptanya pembelajaran matematika secara maksimal.
Oleh Salsabilatuzzahra Jaha from BehaviorPALS Center
Sumber :
Bennett, C. A. (2010). “It's Hard Getting Kids to Talk about Math”: Helping New Teachers Improve Mathematical Discourse. Action in teacher education, 32(3), 79-89.
Lewis Presser, A., Clements, M., Ginsburg, H., & Ertle, B. (2015). Big math for little kids: The effectiveness of a preschool and kindergarten mathematics curriculum. Early education and development, 26(3), 399-426.
Strahan, D., Jones, J., & White, M. (2022). Teaching Well with Adolescent Learners: Responding to Developmental Changes in Middle School and High School. Taylor & Francis.
konsep matematika, perbedaan, anak-anak, remaja
Children 4 Years - 6 Years / 4 Tahun - 6 Tahun / Counting / Berhitung / Education / Pendidikan / Mengajari konsep matematika pada anak-anak dan remaja, adakah bedanya?
Comments